Sabtu, 16 Juni 2018

MERASA DIRI PALING BENAR ... HATI-HATI !!!!! 🚫🚫

HATI-HATI, Jangan Merasa Diri Ini Lebih Baik Dari Orang Lain. Harap Di Baca!!!
Sering terjadi pada sebagian pencari ilmu penyakit sombong, merasa dirinya paling shalih dan menganggap orang lain semuanya di bawahnya. Kemudian merasa diri paling dekat dengan Allah dan dicintai-Nya, sedangkan yang lain dianggap orang-orang yang jauh dan tidak dicintai oleh Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Dan biasanya, pada puncaknya dia merasa dosa-dosanya diampuni, sedangkan dosa orang lain tidak akan diampuni.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallaam bersabda: "Sesungguhnya dahulu di kalangan Bani Israil ada dua orang yang bersaudara. Salah satunya seorang pendosa, sedangkan yang lainnya seorang yang rajin beribadah. Dan bahwasanya sang ahli ibadah selalu melihat saudaranya bergelimang dosa, maka ia berkata: “Kurangilah!” Pada suatu hari ia mendapatinya dalam keadaan berdosa, maka ia berkata: “Kurangilah!” Berkata si pendosa: “Biarkanlah antara aku dan Rabb-ku! Apakah engkau diutus untuk menjadi penjagaku?” Sang ahli ibadah berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu!” Atau: “Demi Allah, Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga!” Dicabutlah ruh kedua orang tersebut dan dikumpulkan di sisi Allah.

Maka Allah berfirman kepada ahli ibadah: “Apakah engkau mengetahui tentang Aku? Ataukah engkau merasa memiliki apa yang ada di tangan-Ku?” Dan Allah berkata kepada si pendosa: “Pergilah engkau dan masuklah ke surga dengan rahmat-Ku!” Dan berkata kepada ahli ibadah: “Bawalah ia ke dalam neraka!” (HR Ahmad dan Abu Dawud, Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’ ash-Shaghir)

Hendaknya kita jangan menyucikan diri sendiri, menganggap hebat. Ini semua hanyalah anugerah saja dari Allah.

 Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman, “Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.” (an-Najm: 32)

Semoga ilmu yang kita miliki membuat kita jauh dari sifat sombong, dan bukannya kita berpenyakit sombong karena ilmu yang dimiliki.

Mari Kita Renungkan Kisah Berikut Ini

Ibnul Qoyyim rahimahullah menukilkan perkataan seorang salaf, "Sesungguhnya seorang hamba benar-benar melakukan sebuah dosa, dan dengan dosa tersebut menyebabkan ia masuk surga. Dan seorang hamba benar-benar melakukan sebuah kebaikan yang menyebabkannya masuk neraka. Ia melakukan dosa dan dia senantiasa meletakkan dosa yang ia lakukan tersebut di hadapan kedua matanya, senantiasa merasa takut, khawatir, senantiasa menangis dan menyesal, senantiasa malu kepada Rabb-Nya, menunudukan kepalanya dihadapan Rabbnya dengan hati yang luluh. Maka jadilah dosa tersebut sebab yang mendatangkan kebahagiaan dan keberuntungannya. Hingga dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada banyak ketaatan."

"Dan seorang hamba benar-benar melakukan kebaikan yang menjadikannya senantiasa merasa telah berbuat baik kepada Rabbnya dan menjadi takabbur dengan kebaikan tersebut, memandang tinggi dirinya dan ujub terhadap dirinya serta membanggakannya dan berkata, `Aku telah beramal ini, aku telah berbuat itu`. Maka hal itu mewariskan sifat ujub dan kibr (takabur) pada dirinya serta sifat bangga dan sombong yang merupakan sebab kebinasaannya…" (Al-Wabil As-Shoyyib 9-10) Wallahualam

Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah ini, Bahwasannya Allah Swt tidak menyukai kepada siapa saja hambanya yang bersifat sombong juga merasa diri nya lebih baik dari orang lain, Naudzubillah. Sesungguhnya Allah Swt maha pengampun, lagi maha bijaksana.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

SALING MEMAAFKAN DAN INTROPEKSI DIRI



Indah dan mulianya Memaafkan

Bismillahirrohmaani rrohiim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Al-Qur,an mengajarkan pada seluruh umat manusia, untuk dan saling memaafkan, memang tidak mudah memaafkan kesalahan orang lain, akan tetapi sifat pemaaf adalah salah satu sifat yang diajarkan oleh Al-Qur’an dalam Surat Al-A'raf (7) ayat 199, yang artinya :

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh”

Allah SWT mengampuni bagi orang orang yang memaafkan kesalahan orang lain, sesuai firman Alloh, dalam Al-Qur’an surat An-Nuur (24 ayat 22 yang artinya :

”Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. QS. At-Taghaabun (64) : 14.

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. QS. Ali ‘Imraan (3):134

Sifat memaafkan adalah salah satu sikap yang paling mulia, walau hanya terdiri dari empat huruf “Maaf ”, akan tetapi dampaknya sungguh sangat luar biasa,

Menurut Harun Yahya Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung.

Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.

Dan menurut penelitian, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga, orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah.

Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala - gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [ tekanan jiwa ], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang yang telah diteliti ini.

Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an, meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka.

Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu, dan di lain pihak, sikap memaafkan bagi orang-orang yang beriman adalah tulus, karena orang orang beriman tahu dan sadar bahwa ini semua adalah ujian bagi umat manusia dalam menjalankan kehidupan sehari hari.

Belajar dari kesalahan, maka orang yang ber iman dapat berlapang dada dan bersifat pengasih, serta lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain yang salah.

Dan orang orang yang berimanpun mampu ketika dan dalam memaafkan, tidak membedakan antara kesalahan besar maupun kesalahan kecil, serta tidak membedakan siapa yang dimaafkan, walau orang tersebut prilakunya, dan ucapan serta kata katanya sangat menyakitinya baik itu disengaja maupun tanpa sengaja.

Dan orang-orang beriman tahu dan sadar betul bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir manusia, maka dari itu orang orang beriman hanya berserah diri kepada Allah dengan peristiwa yang dihadapinya, dan tetap bertahan untuk tidak pernah terbelenggu oleh amarah.

Karena Orang orang yang beriman tahu dan sadar betul bahwa memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, serta sebuah sikap yang mulia yang seharusnya diamalkan dan dilakukan oleh setiap anak manusia .

Dalam bukunya, Forgive for Good [ Maafkanlah demi Kebaikan ], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:

Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.

Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia, memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, sangat membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin.

Namun, tujuan sebenarnya dari sikap memaafkan, haruslah untuk mendapatkan ridha Allah, kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti memaafkan ini, terbukti manfaatnya telah dapat dibuktikan secara ilmiah.

Mulai saat inilah tidak ada kata terlambat bagi kita untuk selalu introspeksi diri, sejauh mana dada dan hati kita memaafkan kesalahan orang lain atau meminta maaf atas segala kesalahan kita.

Hindari sikap egoisme dalam diri yang membuat setiap manusia lupa akan hakikat jati dirinya, karena manusia yang besar adalah manusia yang dapat mengendalikan hawa nafsunya, tidak mudah marah, lapang dada dan lapang hatinya serta selalu mementingkan kemaslahatan ummah.

WASSALAMU'ALAIKUM warahmatullahi wabarakatuh

Kamis, 14 Juni 2018

PERBAIKI AKHLAQ,PERILAKU DAN SIKAP

Subhanallah.. Agama Islam selalu mengajarkan keseimbangan. Artinya, meski kita hidup di dunia hanya sementara, dan kehidupan di dunia hanyalah jembatan menuju kehidupan akhirat yang kekal, akan tetapi Islam sama sekali tidak menafikan kebutuhan duniawi. 
Islam tidak menyuruh kita untuk melulu, shalat bahkan kalau mau dihitung-hitung, waktu yang kita habiskan untuk shalat wajib 5 waktu berapa lama sih?
Lebih lama mana… waktu untuk shalat 17 rakaat sehari semalam menghadap Allah atau waktu yang kita habiskan untuk melototin TV atau layar komputer (untuk online menghadap facebook dan twitter)? Hayyooo…
Oleh karena itu, dalam Islam dikenal istilah Hablumminallah dan Hablumminannaas, yaitu hubungan vertikal antara manusia dengan Allah sang Pencipta, dan hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya.
Pernahkah merasa begini:
Hablumminallah gue bagus kok, gue shalat
tepat waktu, lima kali sehari plus shalat sunah, gue puasa Senin-Kamis, malah kadang puasa Dawud (sehari puasa, sehari tidak), ngaji rutin, tapi kok gue tetap bermasalah, hubungan gue sama orang lain tetap buruk tuh!
Jangan-jangan ketika shalat, badan kita saja yang lagi “senam”, mulut komat-kamit, tapi sesungguhnya hati kita bahkan tidak sadar sedang mengucap apa, persis seperti robot otomatis, baca al-Fatihah dan surat pendek selayaknya hapalan lagu Indonesia Raya, atau mungkin lebih parah.
Ketika kita puasa, perut saja yang bisa menahan diri dari makanan, sedangkan lidah masih asyik berdusta, mata masih nyalang memperturutkan nafsu, atau hati berniat puasa untuk sekedar pamer kealiman, atau juga… kita berpuasa karena memang tidak punya uang cukup, jadi puasa supaya berhemat. Sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui. Wah!
Sahabatku.. Ingatlah.. Di antara tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah dalam rangka menyempurnakan akhlak umat manusia. Sebagaimana dijelaskan dengan gamblang dalam sabda beliau,
 “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R. Al-Hakim)
Sedemikian besar perhatiannya terhadap perealisasian akhlak, Islam tidak hanya menjelaskan hal ini secara global, namun juga menerangkannya secara terperinci. Bagaimanakah akhlak seorang muslim kepada Rabb-nya, keluarganya, tetangganya, bahkan kepada hewan dan tetumbuhan sekalipun!

  • Mari perbaiki akhlak kita kepada sesama, dengan cara memperbaiki kualitas ibadah kita pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.